ANTIHISTAMIN (KIMIA MEDISINAL)
PENGANTAR HISTAMIN
HISTAMIN
Histamin memiliki peranan
yang penting dalam patofisiologi penyakit alergi. Histamin adalah amina dasar
yang dibentuk dari histidin oleh histidine dekarboksilase. Histamin ditemukan
pada semua jaringan, tetapi memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan yang
berkontak dengan dunia luar, seperti paru-paru, kulit dan saluran pencernaan
(Sari dan Satya, 2018).
Adapun struktur kimia
Histamin sebagai berikut :
Gambar 1 : struktur kimia histamin
MEKANISME TERJADINYA
ALERGI OLEH PELEPASAN HISTAMIN
Terjadinya alergi bermula dari mekanisme pencernaan akergi, yaitu melalui
interaksi abnormal antara alergen (zat penyebab alergi) dan sistem imun.
Interaksi ini menyebabkan terbentknya IgE (Imunoglobulin E) yang dirangsang
glikoprotein (berperan sebagai antigen atau alergen) dari makanan atau lainya.
Kemudian IgE diikat oleh sel mastosit dan basofil dalam tubuh. Bila IgE yang
sudah dilekati oleh sel mastosit dan basofil tersebut berinteraksi dengan
antigen, maka sel mastosit tersebut akan melepaskan beberapa mediator (seperti
histamin, prostaglandin, dan lekotrien). Pelepasan mediator ini mengakibatkan
perubahan fisiologik lokal pada jaringan (hanya terjadi pada jaringan
tertentu), seperti kenaikan tingkat sekresi asam lambung dan mucus, hingga pada
reaksi inflamasi. Jaringan yang rusak atau mengalami perubahan fisiologik lokal
tersebut kemudian memberi gejala-gejala alergi (Rini, 2015).
ANTIHISTAMIN
Antihistamin merupakan obat yang sering digunakan dalam bidang
dematologi. Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histmain terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin, yaitu H1, H2,
H3 dan H4 yang keempatnya memiliki fungsi dan distribusi yang berbeda. Blokade
reseptor oleh antagonis H1 menghambat terikatnya histamin pada reseptor
sehingga menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot polos,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh darah.
Histamin merupakan derivat amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi
dari L-histidine. (Sari dan Satya, 2018).
Antihistamin H1 menghambat efek histamin pada pembuluh
darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos, selain itu antihistamin H1
mimiliki manfaat untuk mengobati reaksi hipersensitifitas atau keadaan lain
yang disertai pelepasan histamin endogen yang berlebihan (Ganiswarna, 1995)
Setelah dilepaskan, histamin memiliki efek lokal
pada otot polos dan pada kelenjar, Antihistamin bekerja dengan cara kontraksi
otot polos, seperti pada bronkus dan juga usus, tetapi merelaksasi pembuluh
darah dan vasodilator. Histamin juga merupakan stimulasi kuat dari sekresi asam
lambung. Bronkokontriksi dan krontraksi usus dimediasi oleh reseptor H1
sedangkan sekresi lambung berasal dari aktivasi reseptor H2 (Goodman dan
Gilman, 2007).
Pada awalnya hanya
dikenal satu tipe antihistamin, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
khusus pada tahun 1972, yang disebut resptor H2, maka secara farmakologis
reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu resptor H1 dan reseptor
H2.
Antihistamin bekerja
dengan memblokir histamin yang menyebabkan terjadinya alergi, pada saat
antihistamin bekerja, tubuh akan menjadi lelah dan menyebabkan rasa kantuk yang
sangat berat, hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang menyalahgunakan
antihistamin sebagai obat tidur pada penderita insomnia. Namun sebenarnya
antihistamin ini tidak boleh digunakan pada penderita insomnia.
MEKANISME ANTIHISTAMIN
Antihistamin digunakan untuk menghasilkan efek sedasi dan mengatasi
alergi. Mekanisme kerja obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala
alergi berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamin berikatan
dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan
memunculkan lebih banyak reseptor H1. Reseptor yang baru tersebut akan diisi
oleh antihistamin. Peristiwa molekular ini akan mencegah sementara tibulnya
reaksi alergi. Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula adrenal,
hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran cerna, saluran
cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskuler. Reseptor H2 terdapat di
saluran cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks
serebri dan otot polos bronkus (Sovia dan Euis, 2019).
PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN
Menurut struktur kimianya, antihistamin dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok :
Gambar
2 :
Struktur antihistamin
CONTOH OBAT YANG BEKERJA PADA RESEPTOR
ANTIHISTAMIN
a. Golongan Etanolamin (Difenhidramin)
Ikatan histamin dengan reseptor H1, didapatkan dalam bentuk 3 dimensi,
sehingga disimpulkan bahwa ikatan reseptor H1 dengan histamin/antihistamin
merupakan ikatan spesifik stereo. Contoh obat yang bekerja pada reseptor
antihistamin H1 yaitu difenhidramine, karbinoksamin, pyrilamin, hidroksizin,
meklizin, klorfeniramin, bromfeniramin, cetirizin, loratadin, dan
siproheptadin. Diphenhydramine merupakan obat yang umum digunakan oleh
masyarakat sebagai obat antihistamin pilihan untuk reaksi alergi makanan akut
yang diberikan segera setelah onset sekitar 15-60 menit. Difenhidramin adalah
terapi yang paling efektif untuk demam dan alergi sehingga banyak diresepkan
(Geiger dan Howard, 2007).
Gambar 3 : Struktur Difenhidramin
Difenhidramin adalah antihistamin golongan etanolamin. Antagonis
H1 histamin digunakan sebagai antiemetik, antitusif, untuk dermatosis dan
pruritus, untuk reaksi hipersensitivitas, antiparkinson, dan sebagai bahan
dalam sediaan obat flu. Difenhidramin golongan etanolamin ini memiliki
aktivitas antimuskarinik yang signifikan. Difenhidramin bukan mencegah
pelepasan histamin, seperti halnya kromolin dan nedokromil, difenhidramin
bersaing dengan histamin bebas untuk mengikat situs reseptor HA. difenhidramin
secara kompetitif menentang efek histamin pada reseptor HA di saluran GI,
rahim, pembuluh darah besar dan otot bronkial. Turunan etanolamin memiliki
aktivitas kolinergik yang lebih besar dari pada antihistamin lainnya, yang
mungkin menyebabkan efek antidiskinetik. Tindakan antikolinergik ini tampaknya
disebabkan oleh efek antimuskarinik sentral, yang juga mungkin bertanggung
jawab atas efek antiemetiknya, walaupun mekanisme pastinga tidak diketahui.
b. Golongan Etilendiamin (Antazolin)
Antazolin adalah histamin generasi 1 dengan sifat antikolinergik
yang digunakan untuk mengobati konjungtivitis alergi, antazolin dapat
dikombinasikan dengan larutan tetryzoline. Obat ini adalah antagonis reseptor
Histamin H1 mengikat secar selektif tetapi tidak mengaktifkan resptor, sehingga
menghambat aksi histamin endogen dan kemudian mengarah pada pengurangan
sementara gejala negatif yang ditimbulkan oleh histamin (Abelsone et al.,
1980).
Gambar
4 :
Struktur kimia Antazolin
c. Golongan Propilamin (Klorfeniramin)
Klorfeniramin biasanya dipasarkan dalam bentuk klorfeniramin
maleat, adalah generasi pertama alkil amina antihistamin yang digunakan pada
pencegahan gejala kondisi alergi seperti rhinitis dan urticaria. Senyawa ini
mempunyai efek sedasi lemah jika dibandingkan dengan antihistamin generasi
pertama yang lainnya. Klorfeniramin mempunyai efek sebagi antidepresan atau
penghilang rasa cemas (Montano dan Young., 1993).
Gambar
5 :
Struktur kimia Klorfeniramin
c. Golongan Piperazin (Sinarizin)
Sinarizin adalah antihistamin, sinarizin juga dikenal untuk
meningkatkan aliran darah otak, dan juga digunakan untuk mengobati penyakit
pada otak, namun lebih sering diresepkan untuk mual dan muntah karena mabuk
perjalanan (Singh, 1986).
Gambar 6 : Struktur kimia Sinarizin
Daftar Pustaka
Abelsone M.B., M.R. Allansmith and
M.H. Friendlaender. 1980. Effects of topically applied ocular decongestant and
antihistamine. Am Journal Ophthalmol. 90(2); 254-7.
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi
dan Terapi, edisi IV, Universitas Indonesia, Jakarta.
Geiger L, Howard S. 2007.
Acetaminophen and diphenhydramine premedication for allergic and febrile
nonhemolytic transfusion reactions: Good Prophylaxis or Bad Practice Transfusion Med Rev;
21(2):1-12.
Gilman, A.G. 2007. Dasar
Farmakologi Terapi, Edisi X, EGC, Jakarta.
Montano, A.J.A dan J.M. Young. 1993.
Characteristics of histamine H1 receptors on Hela cells. Journal
Pharmacol. 245 (3): 291-5.
Rini, A. 2015. Mencegah
Alergi Makanan, Gramedia, Jakarta.
Sari, F dan S.W. Yenny. 2018.
Antihistamin Terbaru Di Bidang Dematologi. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(4).
Singh, B. N. 1986.
The Mechanisme Of Action f Calcium Antagonists relative to their clinical Apliplications. British Journal Of Clinical Pharmacology.
21(2): 109- 121.
Sovia, E dan E. R.
Yuslianti. 2019. Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Deepublish, Yogyakarta.
Permasalahan :
1. Bagaimana mekanisme atau cara
kerja dari obat klorfeniramin dalam menangani alergi.
2. Mengapa antihistamin tidak boleh
digunakan untuk orang yang menderita insomnia.
3. Bagaimana efektivitas serta resiko
pada saat antihistamin H1 dikombinasikan dengan obat yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung (dekongestan oral), seperti pseudoefedrin.
Hai Nada, informasi yang sangat menarik, baim disini saya akan mencoba menjawab topik permasalahan no 1, Klorfeniramine bekerja dengan cara menghambat kerja dari histamin, dimana histamin sendiri merupakan senyawa yang dapat memicu atau menyebabkan terjadinya alergi, saat terjadinya alergi tubuh akan memproduksi histamin secara berlebihan. klorfeniramine berguna untuk mengatasi tipe alergi yang bersifat eksudatif akut, seperti rhinitis alergi, urtikaria dan lainnya.
BalasHapusHai kk Mila, jawaban yang bagus, tetapi akan saya tambahkan sedikit ya,,Klorfeniramin termasuk ke dalam obat generasi pertama. Obat-obat ini bekerja dengan memblokir reseptor-histamin (H1-reseptor blockers) sehingga dapat mencegah terjadinya efek bronchokonstriksinya serta histamin pun dapat dihambat. Klorfeniramin memiliki daya kerja anti-muscarinic sehingga barier darah dalam otak dapat ditembus.
HapusHai nada, saya akan mencoba menjawab permasalahan nomor 3
BalasHapusKombinasi dari obat antihistamin H1 dengan obat yang bisa mengurangi gejala kongesti hidung (dekongestan oral), seperti pseudoefedrin dapat menyebabkan peningkatan efektivitasnya dalam memperbaiki gejala dari rhinitis alergik. Sedangkan resiko yang dapat ditimbulkannya yaitu adanya efek samping yang dapat membahayakan bagi pengguna obat ini khususnya pada penderita penyakit tertentu.
Semoga membantu ☺️
Haii monik, jawaban yang bagus, sedikit tambahan yaa,,dengan adanya kombinasi dari obat antihistamin dapat membuat efektivitas obat mejadi meningkat dan bekerja dengan sangat baik. Namun penggabungan ini juga memiliki efek samping terutama pada penderita penyakit jantung karena tekanan darahnya menjadi meningkat sehingga bisa menyebabkan kematian.
HapusHallo nada.. Saya akan mencoba menjawab
BalasHapuspermasalahan no 2 : penggunaan antihistamin pada penderita insomnia dapat memberikan efek samping yaitu sadalah efek mengantuk yang berkepanjangan hingga esok harinya hal ini dapat menyebabkan penderita menjadi sulit untuk berkonsentrasi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari akibat mengantuk.
permasalahan no 2 : penggunaan obat antihistamin pada penderita insomnia sangatlah tidak tepat karena dapat memperpuruk masalah kesehatan seperti pada penderita asma obat-obatan yang mengandung DPH dapat memperpuruk penyakit asma itu sendiri, selain itu obat (antihistamin) yang diminum secara rutin dapat membuat tubuh membuat toleransi pada obat atau dengan kata lain tubuh menjadi kebal dengan obatv tersebut, akibatnya untuk penggunaan selanjutnya harus digunakan dosis yang lebih tinggi dari dosis biasanya.
BalasHapusHai asima,jawaban yang bagus,tetapi akan saya tambahkan sedikit,, Pada sebelumnya dokter banyak meresepkan antihistamin untuk penderita insomnia, namun saat sekarang ini sudah tidak lagi karena penggunaan antihistamin untuk penderita insomnia berkaitan dengan adanya toleransi yang cukup cepat terjadi dengan efek samping yang dapat membahayakan bagi pengkonsumsi, seperti terjadinya efek antikolinergik sampai menyebabkan kematian. Perhatian penting lainnya pada penggunaan difenhidramin adalah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan obat yang sering terjadi pada saat in.
HapusJangan lupa makan dan jaga kesehatan ya nad.
BalasHapuspermasalahan nomor 3
BalasHapusKombinasi dari obat antihistamin H1 dengan obat yang bisa mengurangi gejala kongesti hidung (dekongestan oral), seperti pseudoefedrin dapat menyebabkan peningkatan efektivitasnya dalam memperbaiki gejala dari rhinitis alergik. Sedangkan resiko yang dapat ditimbulkannya yaitu adanya efek samping yang dapat membahayakan bagi pengguna obat ini khususnya pada penderita penyakit tertentu.
Semoga membantu